Tuesday 7 July 2009

Keris Tak Sekedar Antik - cyberforum.com

Kita sering mendengar lukisan Raden Saleh atau Van Gogh telah terjual dalam suatu lelang seharga sekian ratus ribu dolar AS atau porselin Cina dari Dinasti Sung (abad 11 Masehi) laku sekian juta dolar. Barang-barang itu menjadi mahal harganya karena mempunyai nilai keantikan (porselin itu kekunoannya sekitar 900 tahun), langka dan sekaligus punya keindahan tertentu. Artinya hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu. Keris atau tosan aji lainnya (logam berharga bentuknya bisa : keris, tombak, pedang, kudi, rencong, clurit dan lain-lain) pada umumnya juga menyimpan nilai-nilai sebagai barang antik, karya seni dan kelangkaan bahkan juga bisa ditambahkan punya daya spiritual tertentu.

Nilai seninya berada pada ukiran dan lukisan logam (pamor) pada bilahnya, ukiran dan jenis bahan yang dipakai pada pegangannya, ukiran dan bahan pada sarung wadahnya, batu permata, batu mulia dan emas yang dipasang pada tosan aji serta kapan dan siapa pembuat serta pemiliknya. Keris berpenampilan jelek tapi kalau itu pernah menjadi milik Sang Mahapatih Gajah Mada maka harganya bisa ratusan juta rupiah. Namun orang yang menghargai sesuai dengan nilai-nilai itu belum banyak bahkan jauh lebih banyak yang mengabaikan, sehingga sering tidak disadari bahwa keluarganya misalnya memiliki keris Sang Patih Majapahit itu.

Para pedagang pengumpul di lapangan semua mengeluh tosan aji yang ditemuinya umumnya dalam konsisi parah, karatan dan rusak. Kondisi ini bagi para pedagang pengumpul malah memberi berkah, sebab ketika dibeli dari pemiliknya harganya murah namun setelah dibersihkan dan diperbaiki bisa dijual mahal. Tosan aji yang masih mendapat perawatan dan dikeramatkan boleh dikata hanya yang disimpan para penggemar tosan aji, Keraton Yogyakarta dan Surakarta sehingga cukup terjamin keantikan dan keutuhannya. Tosan aji milik keraton memang secara turun temurun disimpan di tempat penyimpanan tosan aji yang dianggap keramat dan askaral. Hanya boleh dikeluarkan pada hari-hari tertentu saja.


Untuk mengatasi rusaknya peninggalan budaya ini maka di beberapa kota di Jawa sudah berdiri perkumpulan pengemar tosan aji misalnya Pametri Aji Yogyakarta, Bawasara Paniti Kadgo Sala, Puri Wiji Semarang, Damartaji di Jakarta dan lain-lain. Mereka inilah yang menjadi pelopor menyelamatkan peninggalan dan warisan nenek moyang kita yang mengandung karya seni tinggi itu. Namun kemunduran perhatian masyarakat pada tosan aji ini sejak jaman kolonial sampai saat ini sudah cukup parah. Bayangkan pada jaman jayanya tosan aji hampir setiap keluarga di Jabar, Jateng dan Jatim mempunyai satu atau lebih tosan aji, namun sekarang sudah sulit dicari. Hanya para kolektortosan aji dan keluarga yang masih punya sisa warisan nenek moyang yang masih menyimpannya.

Di Bali keris dan tombak memang masih berperanan dalam masyarakat, namun keris-keris yang mengandung karya seni tinggi sudah banyak yang lari ke luar negeri. Sementara itu untuk keperluan adat dan perlindungan diri maka yang digunakan keris-keris sederhana asal "isi" nya sesuai dengan kebutuhan. Kerusakan dan hilangnya semangat memelihara dan menyimpan tosan aji warisan kejarga di kalangan masyarakat Jawa juga mengikis jumlah empunya. Semakin mekarnya perkumpulan penggemar tosan aji pada jaman Orde Baru ini, telah meningkatnya jumlah penggemar tosan aji, maka akhir-akhir ini telah memunculkan banyak empu dan pandai besi yang baru, khususnya di Madura dan Sala. Namun empu keris yang msaih memegang teguh cara-cara pembuatan keris tradisional di P. Jawa, tinggalah seorang dan saat ini umurnya lebih dari 60 tahun yaitu Empu Djeno Harumbrodjo di desa Gatak yogyakarta yang menurut silsilahnya masih keturunan ke-15 Empu Supo dari Majapahit.  Sedang di Bali Empu tradisonal tak lebih dari 5 orang dan umumnya mementingkan "isi" bukan keindahan pamornya.

Awas Karya Manipulasi
Celakanya, tingginya harga tosan aji di kalangan penggemarnya di lain pihak juga telah mendorong munculnya karya-karya menipulasi yaitu keris baru direkayasa sedemikian rupa sehingga nampak seperti keris kuno/antik. Ini memang sempat membuat kesal para penggemar keris kuno sehingga mereka harus meneliti ciri-ciri keris baru yang direkayasa
supaya seperti keris kuno. Maklum keris baru yang harganya hanya sekisar 3-6 puluh ribu rupiah dengan rekayasa itu bisa laku dijual ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Dengan suatu proses kimia keris baru utuh bisa dibuat gripis (aus) dan berpenampilan kuno.
Dengan penelitian metalurgi menurut Haryono Arumbinang MSc. kekunoan tosan aji bisa diketahui, namun alat yang menggunakan isotop radioaktif ini hanya dipunyai beberapa laboratorium Batan saja dan mereka tidak dikhususkan untuk tugas mendeteksi tosan aji, ada tugas ilmiah lain yang dianggap lebih penting.

Jadi masyarakat akan sulit mohon bantuan jasanya. Prinsip pengamatannya adalah keris kuno yang dibuat sebelum abad 19 masih menggunakan bahan bijih logam mentah yang diambil dari alam/tambang (karena belum ada pabrik peleburan bijih besi, perak, nikel, dan lain-lain) sehingga logam yang dipakai masih mengandung banyak jenis logam lainnya misalnya bijih besi yang juga mengandung titanium, cobalt, perak, timah putih, nikel, tembaga dan lain-lain. Keris baru (setengah abad 19) biasanya hanya menggunakan bahan besi, baja dan nikel buatan/peleburan pabrik atau besi bekas (per, tiang, besi jembatan dan lain-lain) yang juga berasal dari pabrik sehingga kemurniannya terjamin alias miskin jenis logam lain.

Misalnya penelitian Ir. Haryono Arumbinang MSc, DR. Sudyartomo dan Dr. Budi Santoso tiga sarjana nuklir BATAN Yogyakarta menunjukkan bahwa sebuah keris dengan tangguh Tuban, dapur Tilam Upih dan pamor Beras Wutah ternyata mengandung besi (fe), Arsinikum (warangan) dan Titanium (Ti) ini bisa dipastikan keris kuno sebaba logam
titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri sekitar 1940-an dan logam kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan banyak digunakan untuk membuat pesawat roket dan ruang angkasa, jadi belum hadir di Indonesia. Titanium banyak ditemukan pada batu meteorit dan pasir besi yang banyak terdapat di pantai selatan Jawa dan kemungkinan juga pada bijih besi dari Sulawesi.

Keris lain malah mengan dung macammacam logam besi, titanium, cro mium, stanum, stibinium, perak, tembaga, seng dan calsium. Dari 14 tosan aji yang diteliti dan dianggap dinilai kuno ternyata 13 mengandung titanium dan malah hanya satu yang mengan dung nikel. Keris baru dapat langsung diketahui kan dungan jenis logamnya karena para empu/ pengrajin keris membeli bahan bakunya di toko besi atau besi, nikel, kuningan bekas. Mereka tidak menggunakan bahan dari bijih besi men tah (diambil dari tambang) atau batu meteor sehingga tak perlu diteliti dengan isotop ra dioaktif. Namun kalau ada keris yang dicurigai sebagai keris rekayasa, keris baru dijadikan ber penampilan kuno, maka penelitian itu akan gampang mengungkapkannya.

Perlu Sertifikasi
Seni lukis logam dengan cara menempa dan melipat dari beberapa jenis logam menurut Empu Djeno Harumb rodjo sampai saat ini sudah mengumpulkan sekitar 300 jenis pamor (bentuk lukisan). Empu Djeno mengambarkan keunikan dan kesul itan membuat keris dengan menggambarkanbahwa untuk membuat keris tangguh Sedayu maka dibutuhkan
15 kg besi, 1,5 kg besi pa mor (batu meteorit) dan 0,5 kg g baja dan dengan cara pemanasan, penempaan n dan pelipatan untuk penyelesaiannya memerg luk an 4098 lipatan. Dan seluruh bahan yang berjumiah 17 kg itu hanya akan tinggal beberapa ratus gram saja, tak lebih sekil o keris jadi.

Jumlah berat ini menyusut hanya karena dipanasi, dilipat dan ditempa, bukan karena ada yang sengaja dibuang. Menurut Empu Djeno untuk membuat keris klasik, yang punya kandungan seni profan maupun spiritual, memerlukan waktu sekitar 6 bulan, dan saat ini pada bengkelnya, sudah ada antrian pesanan sampai tahun 2002, biaya pembuatannya sekitar Rp. 5.000.000, per keris. Empu dan pengrajin keris saat ini telah mengembangkan jenis pamor baru atau kom binasi beberapa pamor. Untuk keris cindera mata pembuatan keris oleh pengrajin keris tak mpa terlalu lama hanya sekitar sebulan bahkan ada yang bisa dalam seminggu tergantung jenis pamor yang dipilih. Dalam pasar tosan aji yang menentukan harganya bukan hanya keindahan tapi yang lebih kuat adalah sejarah dan tuah keris, sebuah keris bisa mencapai harga Rp 900 juta karena keris itu milik seorang raja di Surakarta dan raja ini terkenal karena karya budaya maupun perjuangan politiknya.


Oleh karena itu beberapa penggemar to san aji mengeluh bagaimana menerapkan undang-undang hak cipta dalam bidang tosan aji. Supaya tak ada pemalsuan (menjiplak dan ke mudian diaku sebagai tosan aji antik kuno karya empu jaman Majapahit misalnya), tosan aji an tik maupun ciptaan baru. BATAN (Badan Te naga Atom Nasional) mungkin bisa
membuka jasa sertifikasi tosan aji antik yang menjelaskan umur dan kandungan logam/ metal dalam keris. Sertifikat ini harus melekatkan foto tosan aji bersangkutan supaya sertifikat ini tidak disalah gunakan untuk keris palsu atau turunannya.

Karya tosan aji baru yang klasik (mengan dung karya seni profan dan spiritual) maupun yang modern (sekedar karya seni profan) me mang juga perlu sertifikasi namun penentuan kriterianya memang akan susah, khususnya yang menyangkut kandungan spiritualnya. Oleh karena itu iebih baik kalau masing-masing empu memasang "logo" (mereka dagang) masing-masing pada keris bersangkutan. Empu yang memproduksi jenis klasik, perlu memberi tan dan tambahan pada logo itu untuk membeda kan kualitasnya dengan keris produksi yang untuk cinderamata (karya seni profan saja).


Seni pamor saat ini sudah berkembang pada barang-barang seni seperti pada gamelan hiasan rumah dan lain-lain. Ini dirintis oleh beberapa seniman Surakarta kawan-kawan Hajar Satoto. Di Madura telah muncul puluhan pengrajin keris yang bisa membuat macam-macam keris dalam waktu singkat, sampai seberapa jauh mutunya belum banyak dibahas
namun sudah banyak masuk pasaran dan banyak yang diolah menjadi keris antik sehingga mengecoh banyak kolektor keris antik. Karya mereka yang tergolong modern dimanfaatkan dan dicemari oleh pengrajin pedagang keris yang ingin menangguk untung banyak dengan cara memalsu keris antik.

Pertumbuhan pada pasar tosan aji dengan sendirinya juga mendorong pertumbuhan lain yang menjadi pendukung tosan aji yaitu yaitu: hulu keris (pegangan), wrangka/sarung keris, pendok (hiasan dari logam untuk wrangka),standar keris/tombak, lemari keris, hiasan hulu dan wrangka dengan batu mulia dan lain-lain. Banyak tosan aji yang mahal karena mahalnya hiasan di wadah dan hulunya misalnya menggunakan gading yang diukir atau fosil sedang beberapa berlian dipasang pada pendok dan hiasan hulunya. Belasan lapangan kerja baru muncul dan tumbuh subur si pelbagai desa di kota Jawa, Madura dan Bali untuk melengkapi keindahan tosan aji.


0 comments:

Post a Comment