Wednesday 7 July 2010

Allah, Tauhid dan Manunggaling Kawula Gusti - SYEKH SITI JENAR


Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam  di Pulau Jawa. Manunggaling Kawula Gusti adalah ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial berkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.

Berdasarkan kepada pemahaman ilmu Tauhid, seseorang Islam akan melalui empat peringkat mengikut kebolehan masing-masing ; 1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt solat, zakat dll); 2. Tarikat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakikat, di mana hakikat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Pun demikian ini tidak bermakna bahawa setelah melalui peringkat-peringkat ini tidak ada lagi peringkat yang lebih rendah. Pemahaman inilah yang tidak difahami oleh para ulama pada masa itu tengenai ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar.

Tentang Allah, Tauhid dan Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajarannya, Manunggaling Kawula Gusti dalam setiap diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang penciptaan manusia ; "..Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya " (Shaad; 71-72). Antara hujah-hujah Syekh Siti Jenar mengenai pendirian Tauhidnya ketika bersidang dengan para Wali Songo :

  • “Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang? Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap dzahir batin Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai pelindung?
  • Utawi Allah iku nyataning sun kang sampurna kang tetep ing dalam dhohir batin,” (bahwa Allah itu nyatanya aku yang sempurna yang tetap di dalam dzahir dan batin).
  • “Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan lain selain dari Tuhan yang Mahakuasa, ia akan kecewa karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan.”
  • … tidak usah kebanyakan teori semu, sesungguhnya ingsun inilah Allah. Nyata Ingsun Yang Sejati, bergelar Prabu Satmata, yang tidak ada lain kesejatiannya, yang disebut sebangsa Allah…

Maksud bebas ungkapan tersebut adalah “tidak usah kebanyakan bicara tentang teori ketuhanan, sesungguhnya ingsun (aku sejati) inilah Allah. Yaitu Ingsun (Kedirian) Yang Sejati, juga bergelar Prabu Satmata (Tuhan Yang Maha Melihat, mengetahui segala-galanya), dan tidak boleh ada yang lain yang penyebutannya mengarah kepada Allah sebagai Tuhan”.

  • Mungguh sajatine ananing zdat kang sanyata iku muhung ana anteping tekat kita, tandhane ora ana apa-apa, ananging kudu dadi sabarang sedya kita kang satuhu” [Sebenarnya, keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-apa, akan tetapi harus menjadi segala niat kita yang sungguh-sungguh].

Menurut Syekh Siti Jenar, keberadaan dzat hanya ada berserta kemantapan hati dalam pengabdian kepada Allah swt. Dalam diri tidak ada apa-apa kecuali menjadikan menunggal sebagai niat dan yang mewarnai segala hal yang berhubungan dengan asma, sifat dan af’al peribadi. Inilah di antara maksud utama ungkapan di atas.; berada ddi peringkat kemanunggalan. Kemanunggalan tidak akan dapat dicapai sekiranya seseorang itu berada mencapai peringkat syari’at dan tarekat. Apatah lagi sekedar syari’at lahiriah  seperti kebanyakan dari kita. Kemanunggalan akan berhasil seiring dengan tekad hati dan pengabdian secara total kepada Allah swt sebagaimana rohNya pada awalnya ditiupkan atas setiap jasad manusia.


Petikan dari : http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/tentang-ketauhidan-syekh-siti-jenar/


0 comments:

Post a Comment