Sejak ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup sebagai salah seorang dari keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya, dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi istana. Allah mengurniakannya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sadar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra’il yang ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir’aun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tartindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu tenga hari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani Isra’il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir’aun bernama Fa’tun. Musa yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lebih besar itu, segera melontarkan pukulan dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebah an menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Musa terkejut melihat Fatun, orang Fir’aun itu mati karena tumbukannya yang tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia merasa berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang dari hamba-hamba-Nya. Peristiwa matinya Fatun menjadi perbincangan ramai dan menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Isra’il lah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui oleh Samiri dan Musa saja. Akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa. Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahasia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun, juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir’aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: ” Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat.”
15. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang tidur, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang lelaki sedang bergaduh, yang seorangnya dari golongannya (Bani Isra’il) dan seorang lagi dari musuhnya (Kaum Fir’aun). Maka orang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang dari musuhnya, lalu Musa menumbuknya dan matilah musuhnya itu. Musa berkta; “Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
16. Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
17. Musa berkata : “Ya Tuhanku demi nikmat Engkau anugerahkan kepadaku, aku sesekali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”.
18. Karena itu jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya) maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya kelmarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat, yang nyata (kesesatannya).
19. Maka tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang yang menjadi musuh keduanya, berkata (seorang dari mereka): “Hai Musa apakah engkau bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu bermaksud menjadi salah seorang dari orang yang mengadakan perdamaian”.
20. Dan datanglah seorang laki-laki dari hujung kota bergegas-gegas, seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentangmu, untuk membunuhmu oleh itu keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.
21. Maka keluarlah Musa dari kota ini dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir. Dia berdoa: “Ya Tuhanku selamatkanlah dari orang-orang yang zalim itu.” ( Al-Qashash : 14 21 )
8 comments:
addduuuuuhhhhhhhhhh!!!...... tulisan itammmmmmm background pun itammmmmmmm......
besar pengajarannya.....
Semoga dipergunakan dengan sebaik mungkin.....insya Allah
ribuan terima kasih....
TERIMAKASIH tak terhingga tuan.... dapat juga "ayat" ini..
Berhati-hati sebab anak buah kita ada yang 'tumbang' sebab.....
bait terakhir ayat ke 15 ni yg sy pening... maksudnya, kekuatan tinju nabi Musa didorong oleh syaitan atau perbuatannya meninju itu yg didorong syaitan?
Kita rasa tindakan Musa menumbuk Fatun adalah 'dorongan' dari syaitan, mungkin kita silap ! Mungkin juga timbul penyesalan kerena tindak-tanduk yang telah dilakukan.
Post a Comment